Skip to content

Artificial Intelligence: Kenali Cara Kerjanya Agar Tetap Kritis

Saat ini, penggunaan AI, tidak dapat dielakkan. Di sisi lain, ada kekhawatiran AI dapat menggerus daya kritis seseorang. Lalu, bagaimana sebagai mahasiswa kita menggunakan AI? Pembahasan ini dibahas dalam seminar “AI: Kenali Cara Kerjanya Agar Tetap Kritis” yang diselenggarakan oleh Divisi Edukasi, PPI Auckland, pada Sabtu, 6 September 2025, di University of Auckland. Pembahasan ini dibahas dalam seminar “AI: Kenali Cara Kerjanya Agar Tetap Kritis” yang diselenggarakan oleh Divisi Edukasi, PPI Auckland, pada Sabtu, 6 September 2025, di University of Auckland.

Dari kegiatan tersebut, beberapa takeaways sebagai berikut:


Seberapa Pesat Perkembangan AI Saat Ini?

Artificial Intelligence (AI) berkembang dengan sangat pesat.Teknologi ini kini tidak hanya berbasis teks, tetapi juga hadir dalam bentuk gambar dan video, seperti yang ditunjukkan oleh Sora. Perkembangannya pun luar biasa cepat: ChatGPT, misalnya, hanya membutuhkan waktu lima hari untuk mencapai satu juta pengguna.

Selain itu, kemampuan AI semakin meningkat. Jika pada GPT-3.5 akurasi menjawab soal Law School Admission Test (LSAT) hanya sekitar 10 persen, maka pada GPT-4 angka tersebut melonjak hingga 90 persen. Tidak mengherankan jika AI mulai banyak digunakan dalam berbagai bidang pekerjaan, seperti financial forecasting maupun customer behavior analysis. AI juga terus berevolusi dalam meningkatkan skala ukuran model bahasa pemrograman agar semakin

menyesuaikan dengan bahasa yang dipakai manusia. Seiring dengan itu, ukuran data dan kapasitas pelatihan pun semakin diperbesar, sehingga memungkinkan AI mempelajari lebih banyak hal.

Mungkinkah Menemukan Informasi yang Salah Melalui AI?

Jawabannya: sangat mungkin.

Ada beberapa penyebab utama. Pertama, bias dan misinformasi, di mana AI bisa mencerminkan agenda pembuatnya. Kedua, halusinasi, ketika AI menghasilkan informasi palsu yang sebenarnya tidak pernah ada. Ketiga, overshadowing, yaitu ketika data yang tidak akurat justru menyesatkan hasil keluaran AI. Dan keempat, isu etika, misalnya karya AI yang berpotensi melanggar hak cipta manusia.

Integritas Akademik dalam Menggunakan AI

Di Aotearoa, New Zealand—khususnya di Auckland—hampir seluruh universitas memperbolehkan penggunaan AI, tetapi dengan batasan tertentu. AI umumnya hanya boleh digunakan untuk diskusi pendapat (brainstorming), memperbaiki tata bahasa, memberikan garis besar dari jurnal, atau meringkas bacaan panjang.

Setiap kampus memiliki aturan dan kebijakan masing-masing. Misalnya, di University of Auckland (UoA), mahasiswa yang menggunakan AI diwajibkan untuk berkonsultasi dengan course director serta selalu mencantumkan keterangan mengenai sejauh mana kontribusi AI dalam pengerjaan tugas mereka.

Perbedaan Dasar Berpikir antara AI dan Manusia

Cara berpikir AI dan manusia pada dasarnya sangat berbeda. Otak AI bekerja berdasarkan model matematika, representasi data, pola, serta hubungan antarvariabel. Dari situ, AI melakukan optimisasi dan komputasi sehingga menghasilkan keputusan yang bersifat prediktif.

Sebaliknya, otak manusia bekerja berdasarkan pengalaman sebelumnya maupun intuisi yang dimiliki. Inilah yang membuat keputusan manusia lebih fleksibel dan adaptif, bahkan dalam kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Bagaimana Menggunakan Nalar Kritis dalam Penggunaan AI?

Agar tetap kritis, pengguna AI perlu menerapkan metode Socratic Questioning, yang meliputi pertanyaan klarifikasi, pertanyaan untuk menggali asumsi, pertanyaan evaluasi bukti, pertanyaan eksploratif alternatif, serta pertanyaan refleksi terhadap cara berpikir.

Selain itu, selalu penting untuk mengevaluasi bukti yang disajikan oleh AI. Pemetaan argumen pro dan kontra, lengkap dengan contoh dan sumbernya, juga sangat membantu. Yang tak kalah penting, gunakan refleksi untuk menilai kebenaran informasi serta menentukan posisi pemikiran pribadi.

Tips Penggunaan AI agar Kita Tetap Kritis

Ada beberapa hal praktis yang bisa dilakukan untuk menjaga daya kritis ketika menggunakan AI. Pertama, gunakan pertanyaan netral untuk mencegah bias. Kedua, ingat bahwa bias kognitif manusia memang dibutuhkan, tetapi tetaplah terbuka pada pandangan yang berbeda.

Ketiga, manfaatkan kemampuan manusiawi seperti intuisi, pengalaman, dan berpikir abstrak untuk menyaring informasi dari AI. Keempat, libatkan nilai dan peran manusia dalam setiap pekerjaan, jangan hanya bergantung pada teknologi. Dan terakhir, selalu waspadai informasi yang terlihat terlalu sempurna atau terlalu buruk—karena itu sinyal untuk memeriksa kembali sumber serta motif di baliknya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *